Minggu, 23 Agustus 2015

Hai semua!
Sebelumnya penulis mau minta maaf banget (meskipun seharusnya nggak perlu), karena ternyata liburan penulis nggak sesuai harapan. Penulis kira liburan ini bakal senggang dengan banyak kemauan dan ide untuk dilakukan, tapi apa? Ya gitu deh.



Curhat dikit ya? Sebenernya, penulis udah punya beberapa ide. Di antaranya itu artikel tentang vektor dan raster. Selain itu penulis juga sebenernya mau bikin tutorial corel draw dasar yaitu bikin desain cover buku, 3 variasi dari potrait tipografi untuk photoshop, dan beberapa tutorial lain. Tapi entah kenapa rasanya males banget bikinnya. Padahal ya pingin juga.

Sebenernya selain rasa males (yang adalah sebagian besar alasan), ada juga kendala lain. Contohnya kayak internet yang cuman bisa dari jam 00.00 sampai jam 12.00, dan di mana waktu-waktu itu juga penulis justru ngabisini buat main DotA 2. Itu juga yang bikin artikel tentang vektor dan raster nggak dipost-post, padahal udah jadi, tinggal gambar dan beberapa illutrasi aja, tapi itu untuk bikinnya butuh beberapa sumber daya yang suah.

Selain males karena internet, ada lagi nih males yang lain. Yaitu karena penulis udah ada cita-cita buat ngerombak nih blog. Dari nama sampai desain, tapi sayangnya penulis juga belum punya kemampuan buat ngelakuin itu. Yah, intinya kemauan itu aja. Susaaaaah banget.
Yaudah nih, sori banget buat kalian semua, yang nungguin tutor-tutor dari blog ini.

Kenapa?

Pertama, sori udah curhat panjang lebar dan nggak langsung ke bagian yang teknis aja. Tapi tunggu, artikel ini juga bukan tutorial, dan sebenernya cuman unek-unek aja, jadi ya, tau lah.

Oke, kenapa level up? Karena penulis lihat itu suatu bentuk dari pengembangan, terutama di karakter game RPG. Dan penulis juga lihat banyak banget kesamaan antara hidup ini (widih dalem) dan video game RPG, terutama MMORPG.

Di game itu, kalian ngadepin banyak kesulitan dan musuh, dan dari musuh itu kalian dapet Experience atau Pengalaman, setelah cukup kalian akan naik level, yang berarti kalian tambah kuat. Seperti kata pepatah, “What doesn’t kill you, makes you stronger”.

Tipografi oleh Dukun Grafis

Terus apa hubungannya dengan solusi atau menjadi solutif? Gini, perhatiin deh, belakangan ini, terutama setelah begitu maraknya media sosial tempat berkumpulnya unek-unek, banyak orang yang seenaknya. Ya bukan kenapa-napa sih, tapi mungkin ada orang yang merasa terganggu. Karena kalo dipikir, apa yang mereka lakukan atau katakan di medsos itu ga bagus kalau dikatakan di dunia nyata. Tapi mereka lakukan itu, mungkin karena aman cuman liat dari layar hape atau laptop doang.

Banyak ragamnya unek-unek itu, terutama nyampaiin perasaan, terutama benci dan terutama pakai kata-kata yang nggak baik. Contohnya aja banyak orang yang kritik pemerintah. Dan mereka sadar nggak sih kalo mereka itu sebenernya cuman sampah? Iya sampah. Atau lebih tepatnya polusi. Ada polusi tanah, udara, air, bahkan mata (contohnya banner jelek para calon legislatif atau eksekutif yang nggak dicopot-copot). Nah ini mereka polusi pikiran.

Kata-kata itu dalem dampaknya. Kenapa orang bilang lidah lebih tajam daripada pedang? Tapi kata-kata sekedar makian itu nggak perlu. Dan itu menjijikkan. Apalagi orang-orang dengan muka tembok yang menggunakan kritik-kritik sampah mereka sebagai mata pencaharian, atau bisa dibilang, cari popularitas.

Ya semua orang punya kebebasan berpendapat. Tapi mereka, dan kalian harus tahu, kalo perbuatan seperti itu sebenernya juga nggak lebih baik dari orang yang dikritik. Terus gimana dong? Masa nggak boleh ngritik orang? Terus kalo mereka salah gimana?

Nah itu dia. Pola pikir solutif diperlukan. Selain nyari kesalahan orang lain, cari juga cara apa yang seharusnya dia lakukan. Nggak cuman bacot doang!

Kenapa harus solutif? Gini. Kita liat orang itu berbuat salah, kita ga terima, terus kita marah-marahin itu. Udah gitu aja, nggak ada yang berubah. Tapi kalo sebelum kita marah-marah kita fikir dulu, apa yang seharusnya orang itu lakukan, kita bisa lebih mengerti kondisinya, dan selain itu kita juga bisa membawa orang lain menuju ke arah yang lebih baik (menurut kita sih), dan lupakan tentang kita yang jadi lebih ahli memecahkan masalah.

Selain itu, itu juga menumbuhkan rasa simpati kita, dengan cara kita melihat dari sudut yang berbeda. Itu juga jadi sarana untuk bercermin, mungkin cara kita tidak sebaik cara orang itu. Dan oleh karena itu, kita nggak punya hak menceramahi mereka karena mereka lebih benar.

Contohnya dulu ada berita. Di ibu kota, ada sebuah mobil yang mau masuk ke jalur busway. Bahkan pengendaranya ngotot banget sampai teriak-teriak ke yang jaga jalur, minta portalnya dinaikin biar mobilnya bisa lewat. Karena ga dibolehin. Lantas turun dan nekat ngangkat portal itu sendiri, terus lanjut berkendara.

Nyebelin kan? Jadi orang kok seenaknya sendiri! Egois! Orang-orang macet-macet lewat jalan kok dia ngambil jalan busway itu sendiri! Tunggu dulu. Ayo berfikir solutif. Solusinya adalah, dia seharusnya lewat jalan biasa dan ikut macet sama orang lain. Tapi kenapa ga dilakuin? Ternyata karena dia butuh cepet. Lah, semua orang juga butuh cepet, tapi kenapa kok dia aja yang gitu? Setelah diusut, ternyata pengendara tadi itu bawa suaminya yang sakit dan butuh sampai cepat ke UGD di rumah sakit. Nah, rasanya beda kan?

Tapi tunggu, kalo niatnya mulia kenapa pakai marah-marah dan teriak-teriak ke penjaga jalur? Kan bisa minta baik-baik. Ya kali orang masih sempet negosiasi di saat genting. Lagian, mungkin juga karena panik. Nah setelah tau realitanya. Si pengendara itu orang yang benar kan dalam kasus ini? Apa lagi yang mau dikritik?

oleh http://www.business2community.com/

Gimana? Lebih enak kan? Win Win Solution. Semua senang! Penulis baca berita itu di salah satu media tulis online terkemuka di dua artikel yang berbeda. Tapi dari situ, penulis juga sadar bahwa media masa bisa sangat mudah menggiring opini masyarakat. Bayangkan, bagian pertama yang penulis ceritakan, dan realita yang penulis lalu ceritakan sesudahnya ditulis di dua artikel yang berbeda. Berapa banyak orang yang “dibohongi” karena salah informasi? Itu kenapa bohong itu dosa dan dilarang. Yang jujur aja bisa menipu, apalagi bohong sepenuhnya.

Butuh contoh lain? Ayo kita posisikan kita sebagai seorang peladang. Beberapa hari ini ada buah-buahan yang hilang. Ternyata itu ulah seorang pencuri. Akhirnya berhasil ditangkap warga dan dibawa ke depan kita. Apa yang mau kita lakukan? Marah-marah, itu udah pasti. Tapi, seharusnya orang itu harus ngapain? Ya jangan mencuri. Terus ngapain dia mencuri? Karena dia lapar. Nah terus kalo udah kita marah-marahin, itu nggak menyelesaikan masalah apapun. Dia tetep salah, dan dia juga akan lapar lagi besok, selain itu buah kita juga terlanjur hilang, dan dengan memarahi orang tersebut nggak akan membuatnya tiba-tiba ada lagi.

Solusi terbaik? Menurut penulis, adalah: Memberi dia pekerjaan di ladang dengan bayaran makanan yang secukupnya, mengajari bercocok tanam, dan memberi dia bibit pohon yang bisa dimakan buahnya. Senang kan? Dia nggak akan mencuri lagi di tempat kita. Dia juga nggak lapar lagi. Ya mungkin keputusan orang beda-beda, tapi, dalam mengambil keputusan yang “benar”, adalah yang paling banyak memberikan kebahagiaan. Karena apa? Benar dan salah itu hanya sebutan. Yang benar itu yang paling banyak memberikan kebahagiaan, tidak hanya bagi kita, tapi juga bagi orang lain. Dan bukannya memang, sebaik-baiknya orang, adalah yang berguna bagi orang lain?

Ya mungkin ngomong itu gampang. Penulis tau itu. Tapi kalo nggak dengan ngomong sampai kapan aspirasi kita tertahan? Paling nggak kan kita sudah ada kontribusi, meskipun cuman "ngomong".

Di sini penulis nggak memihak siapa-siapa. Dan penulis juga sadar penulis orang yang banyak salah. Tapi kalo nunggu bener dulu baru ngasih saran orang lain, kira-kira kapan kita jadi orang bener? Dan siapa kita mikir kita bener? Nggak, kapanpun kamu bisa memberikan kebaikan bagi orang lain, meskipun kamu bukan orang yang baik, maka lakukanlah.

Kesimpulan

Sederhana saja. Berfikirlah! Dengan berfikir solutif, kita membuat orang lain lebih baik lagi. Kita benar-benar berkontribusi, meski secara tidak langsung. Nggak hanya menimbulkan polusi bagi orang-orang. Dari situ kita bisa meningkatkan level kita, dan mungkin juga level orang lain.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Dukun Grafis - Shiroi - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -